Kamis, 25 September 2014

SIP (SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI)


Sistem 
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan.
Definisi sistem dari kamus webstre’s Unabridged (dalam Amsyah, 2005), sistem adalah elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk suatu kesatuan atau organisasi.
Menurut Murdick sistem adalah satu kumpulan dari beberapa bagian/unsur yang bergabung untuk suatu tujuan bersama. Sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur atau variabel-variabel yang saling terorganisasi, saling berinteraksi, dan saling bergantung sama lain (Fatta, 2007).
Menurut Bartalanvy sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan. Sedangkan menurut Raporot, sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain. Disisi lain Sutanta (dalam Andayati, 2012) menyatakan bahawa sistem dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem adalah elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk suatu kesatuan untuk suatu tujuan bersama.
Informasi
Menurut Sutanta (dalam Andayati, 2012) Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang. Informasi harus memiliki kriteria : akurat, yaitu informasi harus bebas dari kesalahan dan harus jelas maksudnya, tepat waktu, yaitu informasi harus tepat waktu/ tidak boleh terlambat, relevan, yaitu informasi tersebut harus bermanfaat bagi pemakainya. Informasi adalah data yang sudah diolah, dibentuk atau dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu (Amsyah, 2005).
Menurut Laudon (dalam Gaol, 2008) informasi adalah data yang sudah dibentuk ke dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk manusia. Data adalah deretan fakta-fakta yang menggambarkan kejadian yang terjadi dalam organisasi lingkungan fisik sebelum diorganisasi dan diatur ke dalam bentuk yang dapat dimengerti dan digunakan. Sedangkan, Moeliono (dalam Gaol, 2008) informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar atau berita. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa informasi adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan.
Menurut  Davis (dalam Gaol, 2008) informasi adalah data yang telah diproses atau diolah kedalam bentuk yang sangat berarti untuk penerimanya dan merupakan nilai yang sesungguhnya atau dipahami dalam tindakan atau keputusan yang sekarang atau nantinya. Murdick (dalam Gaol, 2008) informasi terdiri atas data yang telah didapatkan, diolah atau diproses, atau sebaliknya yang digunakan untuk tujuan penjelasan/penerangan, uraian atau sebagai sebuah dasar untuk pembuatan ramalan atau pembuatan keputusan.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data yang sudah diolah dalam bentuk yang bermanfaat bagi penerimanya. Informasi harus akurat, yaitu informasi harus bebas dari kesalahan dan harus jelas maksudnya, tepat waktu, yaitu informasi harus tepat waktu/ tidak boleh terlambat, relevan, yaitu informasi tersebut harus bermanfaat bagi pemakainya.

Psikologi
Menurut wade dan tavris (2007) Psikologi merupakan disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan beberapa proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme, dan lingkungan eksternal.
Menurut Crow & Crow, pschycology is the study of human behavior and human relationship. (Psikologi ialah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik berupa manusia lain (human relationship) maupun bukan manusia: hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya. Sementara, Sartain mengungkapkan psychology is the scientific study of the behavior of living organism,with especial attention given to human behavior. (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia).
Psikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, hal tersebut berdasarkan pernyataan (Chaplin 1972) Dictionary of psychology.  Menurut Branca (1964) & Sartain DKK (1967), psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku(overt behavior & inner behavior). Sedangkan, Morgan dkk (1984): Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku manusia dan hewan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi ialah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental pada manusia serta interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik berupa manusia lain (human relationship) maupun bukan manusia: hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya.
Sistem Informasi
Menurut John F. Nash, sistem Informasi adalah kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, prosedur dan pengendalian yang bermaksud menata jaringan komunikasi yang penting, proses atas transaksi-transaksi tertentu dan rutin, membantu manajemen dan pemakai intern dan ekstern dan menyediakan dasar pengambilan keputusan yang tepat.
Menurut Kusrini & Andri kaniyo (2007) sistem informasi adalah sebuah sistem yang terdiri atas rangkaian subsistem informasi terhadap pengolahan data untuk menghasilkan informasi berguna dalam pengambilan keputusan. Sistem Informasi adalah cara-cara yang diorganisasi untuk mengumpulan, memasukkan, mengolah, dan menyimpan data dan cara-cara yang diorganisasi untuk menyimpan, mengelola, mengendalikan dan melaporkan informasi sedemikian rupa sehingga sebuah organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rommey).
Menurut Irene Joos, dkk (2009) sistem informasi adalah suatu sistem yang memiliki tujuan sendiri untuk menghasilkan informasi dengan menggunakan sistem input/ proses/ output.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, untuk untuk mengumpulkan, memasukkan, mengolah, dan menyimpan data serta menyediakan informasi guna pengambilan keputusan.
Sistem Informasi Psikologi
Menurut Gaol (2008) sistem informasi psikologi bertujuan mendapatkan pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.
Dari seluruh uraian mengenai sistem, informasi, dan psikologi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi Sistem Informasi Psikologi adalah kombinasi manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, dalam mengumpulkan, memasukkan, mengolah, dan menyimpan data mengenai ilmu psikologi dengan tujuan mengenali perilaku manusia, memperoleh dan memproses informasi, mengambil keputusan, serta cara manusia berhubungan dengan dunia.
Pengaplikasian Sistem Informasi Psikologi dalam kehidupan adalah penggunaan teknologi dalam memperoleh dan memproses informasi, membuat keputusan, serta pengambilan data tes psikologi secara online (seperti tes minat RMIB, dan teskepribadian  MBTI).

Sumber :
Andayati, D. (2012). Sistem Pakar Dalam Bidang Psikologi. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode IIIISSN: 1979-911X.
Amsyah, Z. (2005). Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. (Google Book)
Fatta, H.A. (2007). Analisis & Perancangan Sistem Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. (Google Book)
Gaol, C.J.L (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Grasindo. (Google Book)
Wade, C. & Tavris, C. (2007). Psikologi (9th ed.). Jakarta : Erlangga. (Google Book)
                        Link :



Rabu, 21 Mei 2014

STUDI KASUS TERAPI KELUARGA



A.Pengertian Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan yang lain berbeda
B. Tujuan
Tujuan terapi keluarga terutama adalah untuk mengerti keluarga penderita gangguan skizofrenia, konseling keluarga dianggap cara baru untuk mengerti dan menangani penderita gangguan mental. Kemudian konseling keluarga tidak hanya berguna untuk menangani individu dalam konteks keluarga, tetapi juga keluarga yang tidak berfungsi baik. Keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka dan interaksi keluarga secara sehat.
C. Peran Terapis
Dalam terapi keluarga, keluarga didorong untuk mencoba cara-cara baru dalam berhubungan antar-anggota keluarga atau berpikir mengenai masalah mereka. Terapis keluarga, terkadang bekerja bersama dengan asisten terapis, bertemu dengan sebanyak mungkin anggota keluarga dalam satu waktu. Untuk memfasilitasi komunikasi, terapis keluarga umumnya menggunakan teknik yang akan dianggap tidak biasa dalam terapi individu. Misalnya terapis dapat berkeliling keluar ruangan, duduk disalah satu anggota keluarga di satu waktu, dan kemudian berdiri  dan duduk disamping anggota lainnya.
Hal tersebut bertujuan melakukan hal tersebut adalah untuk menarik perhatian individu anggota keluarga atau untuk membangun ikatan emosional dengan salah seorang anggota keluarga yang kelihatannya resisten terhadap proses terapi. Pada waktu yang berlainan, terapis dapat mengawali percakapan antara dua anggota keluarga dan mendampingi mereka saat mereka bercakap-cakap satu sama lain, sehingga keluarga mulai melihat hubungan mereka dari perspektif terapis. Beberapa terapis keluarga mengadakan sesi dalam ruangan dengan cermin satu arah, sehingga koleganya dapat mengobservasi serta memberikan ide-ide dan saran-saran untuk peningkatan terapi.
Gurman (2001) menggambarkan beberapa cara kerja yang membedakan antara terapis keluarga dengan klinisi yang bertemu klien dalam terapi individual. Bukannya berfokus pada masalah dan perhatian individu, terapi keluarga dan pasangan berfokus pada cara-cara ketika pola disfungsi pola hubungan menyebabkan masalah atau simtom khusus. Mereka juga menggunakan perspektif siklus kehidupan yang lebih memperhatikan isu-isu perkembangan, tidak hanya setiap individu, namun seluruh keluarga atau pasangan. Selain itu, terapis keluarga dan pasangan melihat hubungan yang berkelanjutan di antara anggota keluarga sebagai potensi untuk lebih menyembuhkan daripada sekedar hubungan klinisi-klien.
Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika :
1.      Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga
2.      Ketidak harmonisan seksual atau perkawinan
3.      Konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan

D. Teknik Terapi Keluarga
Teknik yang biasanya digunakan dalam terapi sangat bergantung pada pelatihan dan pendekatan teoritis yang diambil oleh terapis keluarga.
·         Terapis antar generasi biasanya menyarankan untuk menggambarkan sebuah pohon keluarga (genogram) yaitu satu diagram semua kerabat saat ini dan masa lalu dalam usaha untuk memahami sejarah hubungan keluarga dan menggunakan pemahaman ini untuk membuat perubahan. 
·         Terapis keluarga struktural menyarankan salah satu anggota keluarga memainkan peranan pihak yang tidak setuju seolah-olah mereka adalah tokoh-tokoh dalam drama mengenai keluarga.
·         Terapis keluarga strategis bekerja dengan anggota keluarga untuk mengembangkan solusi terhadap masalah-masalah yang menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan.
·         Terapis keluarga berdasarkan pengalaman bekerja dengan anggota keluarga untuk mengembangkan insight ke dalam hubungan anggota keluarga satu sama lain.   

E. Model Terapi Dalam Keluarga
1. Experiential/Humanistic
 Tujuan dari terapi ini adalah insight, kematangan psikoseksual, penguatan fungsi ego, pengurangan gejala patologis, dan memuaskan lebih banyak relasi obyek. Kerangka umumnya adalah kejadian saat ini yaitu data terkini dan dari pengalaman yang diobservasi secara langsung. Aturan dari proses ketidaksadaran adalah pilihan bebas dan kesadaran akan kemampuan diri lebih penting daripada motivasi yang tidak disadari. Fungsi utama dari terapis adalah sebagai fasilitator aktif pada potensi-potensi untuk pertumbuhan dan menyediakan keluarga pada pengalaman baru. Jenis-tenis terapi yang digunakan dalam pendekatan experiential/ humanistic adalah sebagai berikut:
a. Terapi pengalaman (Experiential or symbolic family therapy)
Menggunakan pendekatan non-teoritis dalam terapi tetapi lebih menekankan pada proses, yaitu sesuatu yang terjadi selama tahapan terapi keluarga dan bagaimana setiap orang mengalami perasaan-perasaan dan perubahan pada perilakunya.
b. Gestalt family therapy
Menekankan pada pengorganisasian diri secara menyeluruh. Focus utamanya adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (self support).
c. Humanistik
Terapis berperan dalam memperkaya pengalaman keluarga dan memperbesar kemungkinan setiap anggota keluarga untuk menyadari keunikan dan potensi mereka yang luar biasa.
d. Pendekatan proses/komunikasi
Terapis dan keluarga bekerjasama untuk menstimulasi proses healting-promoting. Pendekatan yang digunakan adalah mengklarifikasi adanya ketidaksesuaian dalam proses kemunikasi diantara anggota keluarga.

2. Bowenian
Tujuan terapi adalah memaksimalkan diferensiasi diri pada masing-masing anggota keluarga. Kerangka umumnya dari Bowen adalah mengutamakan masa kini dan tetap memperhatikan latar belakang keluarga. Aturan dari ketidaksadaran adalah konsep terkini yang menyatakan konflik yang tidak disadari meskipun saat ini tampak pada masa interaktif. Fungsi utama dari terapis adalah langsung tapi tidak konfrontasi dan dilihat melalui penyatuan keluarga.
Bowen mencoba menjembatani antara pendekatan yang berorientasi pada psikodinamika yang menekankan pada perkembangan diri, isu-isu antar generasi dan peran-peran masa laludengan pendekatan yang membatasi perhatian pada unit keluarga dan pengaruhnya dimasa kini. Bowen menggunakan 8 konsep dalam dalam sistem hubungan emosional dalam keluarga yang digunakan Bowen untuk menganalisis kasus adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan individu
b. Triangulasi
c. Sistem emosional keluarga
d. Proses proyeksi keluarga
e. Pemutusan emosional
f. Proses penularan multigenerasi
g. Posisi saudara kandung
h. Regenerasi masyarakat

3. Psikodinamika
Tujuan dari terapi psikodinamika ini adalah pertumbuhan, pemenuhan lebih banyak pada pola interaksi yang lebih. Psikodinamikan memandang keluarga sebagai system dari interaksi kepribadian, duimana setiap individu mempunyai usb-sistem yang penting dalam keluarga, sebagaimana keluarga sebagai sebuah sub-sistem dalam sebuah komunitas. Terapis menjadi fasilitator yang menolong keluarga untuk menentukan tujuannya sendiri dan bergerak kearah mereka sebagaimana sebuah kelompok.
Kerangka umum adalah masa lalu, sejarah dari pengalaman terdekat yang perlu diungkap. Aturan dari ketidaksadaran adalah konflik dari masa lalu yang tidak terselesaikan akan Nampak pada perilaku sadar seseorang secara kontineu untuk mrnghadapi situasi dan obyek yang ada sekarang. Fungsi utama dari terapis bersikap netral artinya membuat intepretasi tehadap pola perilaku individu dan keluarga.

4. Behavioral
Tujuan dari terapi behavioral adalah merubah konsekuaensi perilaku anatar pribadi yang mengarah pada penghilangan perilaku maladaptif atau problemnya. Kerangka umum dari pendekatan behavioral adalah masa kini yang lebih memfokuskan pada lingkungan interpersonal yang terpelihara dan muncul terus dalam pola perilaku terkini. Fungsi utama dari terapis adalah direktif, mengarahkan, membimbing atau model dari perilaku yang diinginkan dan negosiasi kontrak
Jenis terapi keluarga yang biasa digunakan dalam pendekatan behavioral guna menyususn kembali sebuah keutuhan keluarga adalah:
a. Behavioral marital therapy
b. Behavioral parent training

5. Struktural
Tujuan dari model pendekatan struktural adalah perubahan pada konteks hubungan dalam rangka rekonstruksi organisasi keluarga dan merubah pola disfungsi transaksional. Kerangka umum pendekatan struktural adalah masa kini dan masa lalu yaitu struktur keluarga dipandang dari pola transaksioanal permulaan, dengan kata lain struktur keluatga masa kini dipengaruhi oleh pola-pola transaksional sebelumnya. Fungsi dari terapis adalah direktur panggung, yaitu memanipulasi struktur keluarga dalam rangka mengubah setting disfungsional.
Pendekatan yang biasa digunakan dalam terapi struktural untuk memanipulasi struktur keluarga adalah:
a. Menyusun ulang kesatuan disfungsional
b. Teknik intervensi structural

6. Komunikasi
Tujuan pendekatan komunikasi adalah mengubah perilaku disfungsional dan rangkaian perilaku yang tidak diinginkan antara anggota keluarga serta memperbanyak sekuensi perilaku diantara anggota keluarga untuk mengurangi timbulnya masalah-masalah dan simptom- simptom kerangka umum dari pendekatan komunikasi adalah masa kini yaitu problem terkini atau perilaku yang sedang terjadi berulang secara konsisten atar individu. Fungsi dari terapis adalah aktif, manipulative, problem fokus, paradoksial dan memberikan petunjuk.

F. Model Pendekatan Dalam Terapi Keluarga
Model-model pendekatan-pendekatan baru yang dikembangkan dalam konseling keluarga yaitu:
1. Multiple Family Therapy
Keluarga-keluarga yang terpilih menemui konselor tiap minggu, dan pada waktu itu mereka menceritakan problem mereka masing-masing dan membantu sesama dalam pemecahan persoalan

2. Multiple impact Therapy
Mencakup seluruh keluarga dalam sederetan interaksi yang berkelanjutan dengan konselor- konselor komunitas yang multidisipliner mungkin selama dua hari. Terapi ini mencakup pemberian konseling secara penuh selama dua hari atau lebih kepada satu keluarga

3. Terapi jaringan (Network Therapy)
Berusaha memobilisasi sejumlah orang untuk berkumpul dalam suatu krisis untuk membentuk suatu kekuatan terapeutik. Tujuan ini adalah untuk memperkuat kekuatan dari jaringan yang dikumpulkan untuk memberi kesempatan untuk berubah di dalam sistem keluarga tersebut.
Di sisi lain, pendukung perspektif keluarga (family perspective) memandang abnormalitas disebabkan oleh gangguan-gangguan pada pola interaksi dan hubungan yang ada di dalam keluarga, keseluruhan teori memfokuskan pada dinamika keluarga (family dynamic), interaksi di antara anggota keluarga. Terdapat empat pendekatan utama dalam perspektif keluarga (starf, 1996).
•   Antar generasi. Pendekatan antar-generasi yang dikemukakan oleh Murray Bowen menekankan cara ketika pengalaman yang didapatkan orangtua dari keluarga mereka mempengaruhi interaksi dengan anak-anak mereka; orangtua yang mengalami disfungsi keluarga pada masa kanak-kanak cenderung mengulang pola yang terganggu ini ketika membesarkan anak mereka.
•   Struktural. Pendekatan ini dikemukakan oleh Salvador Minuchin yang mengasumsikan bahwa dalam suatu keluarga yang normal, orangtua dan anak memiliki peran yang berbeda serta terdapat batasan antar-generasi; masalah dapat muncul ketika anggota keluarga terlalu dekat atau terlalu jauh satu sama lain.
•   Strategis. Jay Haley mengusulkan pendekatan strategis yang berfokus pada resolusi bagi permasalahan keluarga dengan memberikan perhatian khusus kepada kekuatan hubungan dalam keluarga.
•  Pengalaman. Dalam pendekatan yang berdasarkan pengalaman, para teoritikus seperti Carl Whitaker menekankan proses tidak sadar dan emosional dalam keluarga; disfungsi perilaku merupakan hasil dari interferensi dengan pertumbuhan personal.

KASUS I
A.   Kasus
Anna Thompson adalah seorang anak Amerika-Afrika berusia 10 tahun. Ana mendatangi dokter karena diminta oleh ibunya, Mrs. Thompson, yang memergoki Anna sedang melukai pergelangan tangannya dengan pisau. Dokter mengatakan bahwa Anna tidak mengalami luka serius dan merekomendasikannya pergi ke psikiatri rumah sakit untuk mendapat evaluasi. Mendapati anaknya mengalami gangguan perasaan, yakni depresi, Mrs. Thompson menyetujui untuk mengikuti tritmen jangka pendek. Hari berikutnya psikiatris melakukan proses wawancara dengan Anna mengenai gangguan perasaannya.
Pada awalnya, Anna ragu-ragu untuk bercerita dan merasa marah kepada ibunya karena memintanya untuk melakukan ini. Anna bercerita bahwa ia baru saja pindah ke sekolah baru mengikuti ibunya yang bercerai. Di sekolah baru, Anna merasa bahwa ia tidak disukai temannya. Ia kecewa adanya diskriminasi sehingga ia hanya dapat membangun hubungan baik dengan sedikit teman. Teman-teman menghina dirinya karena ia memiliki tubuh yang gendut. Di sekolah, ia selalu makan siang sendirian.
Selama 13 bulan terakhir Anna mengalami masa sulit. Orang tuanya berkonflik hingga akhirnya bercerai. Ibunya kemudian membawanya pindah, memisahkan dirinya dengan ayah dan adik laki-lakinya yang berusia 6 tahun. Peristiwa ini membuatnya trauma karena Anna sangat dekat dengan ayah dan adiknya namun sekarang ia tidak diperbolehkan untuk menghubungi mereka. Anna pindah ke sekolah baru pada bulan awal Agustus dan sekarang sudah memasuki akhir September. Selama 2 minggu terakhir, Anna tidak mau masuk sekolah. Anna mengeluh bahwa ia merasa kesepian karena ibunya terlalu sibuk bekerja dan di sekolah ia tidak punya teman.
Selama 2 minggu, mood Anna memburuk. Ia benar-benar merindukan keluarganya seperti dahulu. Ia mengeluh tidak bisa merayakan Thanksgiving dengan ayah dan adiknya (ibunya mengatakan bahwa itu tidak mungkin). Akhirnya, Anna menjadi bad mood dan suka berbohong, ia menghabiskan waktunya dengan menonton televisi, internet, dan chatting. Di seminggu terakhir Anna hanya keluar rumah sebanyak dua kali dan selebihnya menghabiskan waktu dengan banyak makan dan banyak tidur. Ibunya telah berusaha kerasa berbicara dengannya selama 2 minggu terakhir. Ketika berhasil mengajak berbicara, ibunya membujuk Anna untuk kembali bersekolah.
Saat Anna melukai dirinya, Anna bercerita bahwa ia sedang merasa sedih dan bertanya-tanya bagaimana jika ia berniat untuk bunuh diri. Ia membayangkan bagaimana perasaan keluarganya dan siapa saja yang akan mendatangi pemakamannya. Anna mengatakan bahwa ia tidak optimis dengan masa depannya dan menganggap bahwa bunuh diri adalah pilihan terbaik. Akhirnya ia mengambil pisau dan membuat goresan kecil, kemudian ibunya masuk ke kamarnya. Melihat pergelangan tangannya berdarah, ibunya berteriak ketakutan. Anna langsung dibawa ke unit darurat.
Psikiatris bertanya apakah Anna mempunyai niatan untuk melukai dirinya kembali, Anna menjawab tidak. Anna menjelaskan bahwa dirinya tidak mau bunuh diri. Ia kemudian berkata ingin menginggalkan unit dan ingin bertemu dengan ibunya. Anna berjanji bahwa ia tidak akan melukai dirinya dan akan bercerita kepada psikiatris jika ada pikiran untuk bunuh diri atau perilaku impulsif lainnya. Psikiatris kemudian memberi Anna obat sedative ringan.
Psikiatris mewawancarai ibu Anna, Mrs. Thompson. Mrs. Thompson mengatakan bahwa ia dan suaminya memiliki banyak perselisihan, khususnya mengenai kebiasaan minum alkohol dan status sosial ekonomi suaminya. Mrs. Thompson pernah memergogi suaminya sedang tidur di sebelah Anna di kamar Anna. Mrs. Thompson mencurigai bahwa Anna telah menjadi korban penganiayaan seksual oleh ayahnya. Namun Anna menolak, ia mengatakan bahwa ia ayah tidak melakukan hal tersebut. Akibatnya, Mrs. Thompson merasa bahwa ia harus membawa Anna pergi. Mrs. Thompson juga memisahkan Anna dengan adiknya karena merasa bahwa adiknya tidak pernah patuh. Mrs. Thompson memiliki hubungan yang kurang dekat dengan adik Anna.
Mrs. Thompson mengakui bahwa dirinya terlalu sibuk bekerja di kantor dan tidak memberikan perhatian yang cukup pada Anna. Walaupun begitu, mereka berdua selalu menghabiskan waktu berdua di akhir minggu, meski hal tersebut tidak terjadi di 3 minggu terakhir. Mrs. Thompson juga melaporkan bahwa sekarang Anna sudah sedikit berkomunikasi dengan ayah dan adiknya. Anna sudah tidak masuk sekolah 2 minggu dan gagal dalam menjalin hubungan pertemanan. Mrs. Thompson tahu bahwa Anna memiliki masalah dengan berat badannya, Anna merasa malu dan frustasi. Mrs. Thompson mengatakan bahwa dirinya sangat shock saat menemukan Anna melukai dirinya. Kemungkinan bunuh diri tidak pernah terpikirkan oleh Mrs. Thompson.
Dengan ijin Mrs. Thompson, psikiatris juga berbicara dengan konselor di sekolah Anna. Mrs. Deetz, merasa sedih dengan kondisi Anna dan mengungkapkan Anna sudah memiliki niat untuk bunuh diri sebulan sebelumnya. Saat itu, tiba-tiba Anna mendatangi kantor Mrs. Deetz dan mengeluh bahwa dalam pelajaran olahraga teman-teman mengolok-olok berat badannya. Anna menangis, mengatakan bahwa ia tidak mau punya teman lagi dan berkata, “Aku berharap aku mati”. Mrs. Deetz kemudian mengganti jadwal Anna, sehingga Anna tidak apa-apa tidak datang dalam pelajaran olahraga dan merekomendasikan kegiatan ekstrakurikuler lain. Anna menolak karena tidak mau mendapat perlakuan diskriminasi lagi. Mrs. Deetz mengatakan bahwa Anna terlalu fokus dengan penolakan dari teman-temannya.
Psikiatris kembali mewawancari Anna pada hari berikutnya dan mendapat laporan bahwa Anna tidak berpikiran ingin bunuh diri atau berperilaku impulsif. Psikiatris memberikan obat anti depresan dengan dosis rendah dan meminta Anna untuk mengikuti sesi terapi kelompok di pagi dan sore hari. Anna setuju, dan psikiatris mencatat perkembangan mood dan perilakunya. Psikiatris mencurigai bahwa Anna mengalami major depressive episode dan perlu dijaga untuk tidak menonton tayangan mengenai bunuh diri.


B.   Analisis Kasus
Terapi keluarga, mengikutsertakan semua keluarga untuk berartisipasi dalam memberikan kehangatan keluarga pada Anna. Tidak hanya ibu, tetapi juga ayah, dan adik laki-lakinya. Adanya komunikasi yang aktif dan adanya kegitan yang dilakukan secara bersama dalam memunculkan harapan dan menghilangkan stressor.
Kemudian saat Anna sudah dapat kembali di rumah, terapi yang dapat dilakukan bersama ibunya adalah saling berdiskusi mengenai tujuan yang akan dicapai, kapan Anna kembali bersekolah, mengembangkan kemampuan bersosialisasi, memperbaiki suasana perasaan (mood), dan menurunkan berat badan. Mrs. Thompson harus lebih meluangkan waktunya untuk bersama dengan Anna. Selain itu, diperlukan pula bantuan psikologi untuk meningkatkan self-esteem dan ketrampilan sosial. Anna diajarkan bagaimana cara berkenalan dengan orang baru, menjalin hubungan pertemanan, cara berinteraksi, menyusun kata-kata, perilaku nonverbal, dan bermain dengan teman-temannya.



Kasus II
A.   Kasus
Don adalah seorang ayah, dan merupakan mantan suami Angela. Don sangat menyayangi anak-anaknya. Tetapi ia tidak merasa demikian beberapa waktu terakhir karena ia merasa bahwa anak laki-lakinya telah menjadi seorang anak yang nakal dan menakutkan.
Angela merupakan ibu dari Heather dan Ben. Angela begitu heran dengan kelakuan anak laki-lakinya, yaitu Ben. Namun, yang membuat ia lebih heran lagi adalah mengapa mantan suaminya mengizinkan Ben untuk minum minuman keras. Sedangkan Heather, merupakan seorang gadis dan adik perempuan Ben. Heather mengatakan bahwa hubungannya dia dengan kedua orang tuanya sangat baik. Namun, berbeda dengan hubungannya dengan kakaknya, ia merasa hubungannya dengan Ben sangat gila.
Ben merupakan seorang kakak laki-laki dan pengangguran, ia memiliki hubungan yang sangat tidak baik dengan adik perempuannya.

B.   Analisis Kasus
            Terdapat 4 orang yang terlibat dalam proses terapi. Seorang terapis wanita, Don (ayah), Ben (anak laki-laki), dan Heather (anak perempuan). Terapi dilakukan di sebuah ruangan tertutup. Posisi duduk mereka membentuk setengah lingkaran, dengan ujung paling kiri yaitu Ben, kemudian di sebelahnya adalah terapis, setelah terapis adalah Heather, dan kemudian di ujung paling kanan adalah Don.
Awalnya, terapis mengatakan bahwa penting sekali membahas masalah hubungan antar anggota keluarga tersebut. Kemudian terapis juga meluruskan tentang peran orang tua dan anak dalam sebuah keluarga. Hal ini ditekankan kembali karena Don (ayah) cenderung membela Heather, anak perempuannya. Akan tetapi pada akhirnya Don dapat menyadari sikap seperti apa yang harus ia lakukan sebagai orang tua yang baik. Setelah itu terapis meminta ayah dan Ben untuk bertukar posisi duduk agar Ben dan Heather dapat duduk berdampingan.
Terapis mempersilahkan Heather untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya terhadap sosok Ben. Heather mengatakan bahwa ia merindukan sosok kakaknya yang seperti dulu dan ia merasa bahwa ia sudah tidak mengenali kakaknya lagi, yang sekarang ini dianggap sering berperilaku menyimpang. Misalnya saja sekarang Ben terbiasa pulang pagi dan juga berkata-kata kasar.
Setelah Heather selesai mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan kemudian terapis meminta Ben untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh adik perempuannya tersebut. Dan terungkaplah bahwa selama ini Ben merasa bahwa selama ini dia diperlakukan secara berbeda dengan adiknya.
Setelah mendengar pengakuan dari kedua kakak beradik tersebut, terapis pun berusaha memberikan insight pada sang ayah tentang akar permasalahan yang terjadi di antara Ben dan Heather. Dan di akhir sesi terapi, hubungan antar anggota keluarga tesebut pun terlihat menjadi lebih hangat. Terapi selesai.
Di dalam kasus ini digunakan terapi keluarga yang melibatkan terapis dan anggota keluarga yang sedang bermasalah. Terapis duduk bersama dengan para anggota keluarga, untuk berdiskusi dan meminta masing-masing anggota keluarga menceritakan hal-hal yang menjadi beban mereka dan mengungkapkan apa yang mereka rasakan pada masing-masing anggota keluarga mereka. Ketika sudah ditemukan masalahnya, terapis membantu memberikan alternatif pemecahan masalah kepada keluarga tersebut dan terapi selesai.
.

KASUS III
A.   Kasus
Daphne merupakan seorang perempuan yang memiliki tinggi badan 5 kaki 11 inci dan beratnya 102 pound. Dia telah merasa "besar" karena ketinggian di atas teman sekolahnya di kelas lima. Dia telah menjalani diet sejak itu. Selama tahun pertamanya di sekolah, Daphne memutuskan bahwa ia harus mengambil langkah-langkah drastis untuk menurunkan berat badan lebih. Dia mulai dengan mengurangi asupan kalori sekitar 1.000 kalori per hari. Dia kehilangan beberapa kilo, tapi ia tidak puas, jadi dia mengurangi asupan hingga 500 kalori per hari. Dia juga memulai program olahraga berat. Setiap hari, Daphne tidak akan membiarkan dirinya makan sampai ia berjalan setidaknya 10 mil. Lalu ia hanya mengkonsumsi beberapa jenis sayuran dan segenggam sereal. Kemudian di hari itu, dia mungkin mengkonsumsi sayuran dan buah lebih banyak, tapi dia akan menunggu sampai ia begitu lapar sampai pingsan. Berat badan Daphne turun sampai 110 kilogram dan ia berhenti menstruasi. Ibunya mengungkapkan beberapa kekhawatiran tentang betapa Daphne hanya makan sedkit sekali, tapi karena ibunya cenderung kelebihan berat badan, ia tidak menyurutkan niat Daphne untuk diet.
Ketika tiba saatnya masuk perguruan tinggi, Daphne adalah senang tapi juga takut, karena dia selalu menjadi bintang pelajar di sekolah tinggi dan tidak yakin dia bisa mempertahankankannya. Ketika di perguruan tinggi pada periode pemeriksaan pertama di perguruan tinggi, Daphne banyak mendapat nilai B. Dia merasa sangat rentan, merasa gagal, dan seolah-olah dia kehilangan kontrol. Dia juga tidak senang dengan kehidupan sosialnya pada pertengahan semester pertama. Daphne memutuskan bahwa banyak hal yang mungkin akan lebih baik jika ia kehilangan berat badan lebih, sehingga ia mengurangi asupan makanan dengan dua apel dan segenggam sereal setiap hari. Dia juga berlari setidaknya 15 mil setiap hari. Pada akhir semester musim gugur, berat badannya turun menjadi 102 pound. Dia juga mengalami kelelahan kronis, sulit berkonsentrasi, dan kadang-kadang pingsan. Namun, ketika Daphne melihat ke cermin, ia melihat seorang wanita, muda sederhana yang ingin menurunkan berat badan lebih.

B.   Analisis Kasus
            Bentuk yang paling efektif terapi untuk remaja dengan anoreksia adalah terapi keluarga .Ada berbagai bentuk terapi keluarga yang telah terbukti untuk bekerja dalam pengobatan remaja AN termasuk "conjoint terapi keluarga" (CFT),. di mana orang tua dan anak terlihat bersama-sama oleh para terapis yang sama, "dipisahkan terapi keluarga" (SFT) di mana orang tua dan anak menghadiri terapi secara terpisah dengan terapis yang berbeda.
Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa terapi keluarga yang digunakan adalah teknik terapi keluarga strategis, dimana terapis bekerja dengan anggota keluarga untuk mengembangkan solusi terhadap masalah-masalah yang menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan, pada kasus ini kesulitan yang dialami oleh Daphne adalah anorexia. 


Nama : 
1. Afiantika Nurmasita (10511276)
2. Alrinda Cahya Diartika (10511624)
3. Murti Sari Dewi (15511038)
Kelas : 3 PA 08

Sumber :

Halgin, P. R., Whitbourne, S. K. (2009).  Psikologi Abnormal Perspektif Klinis pada Gangguan Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika

Almasitoh, U. H. (2012). Model Terapi Dalam Keluarga. Jurnal Magistra, Vol. 24, No. 80, 31-34.





Sabtu, 05 April 2014

psikoterapi

       1.  Definisi Psikoterapi

Corsini (dalam Siswadi, 2009) memaparkan bahwa psikoterapi adalah proses interaksi formal antara dua pihak. Setiap pihak biasanya terdiri atas satu orang, meski bisa dilakukan dua orang atau lebih. Proses tersebut bertujuan memperbaiki kondisi tidak menyenangkan atau menyulitkan salah satu atau kedua pihak yang terkait dengan area-area yang terganggu atau malfungsi, misalnya gangguan berpikir, gangguan afeksi, gangguan perilaku, dengan terapis memiliki teori-teori tentang asal mula kepribadian, perkembangan, pemeliharaan, dan perubahannya, serta landasan metode perlakuan yang secara logis terkait dengan teori yang berlaku, aspek professional, dan legal untuk bertindak sebagai terapis.

Psikoterapi menurut Pietrofesa, Hoffman & Splete mendeskripsikan psikoterapi sebagai berikut:
1)             Lebih menekankan kepada masalah-masalah kesehatan jiwa yang serius
2)             Menekankan pada masa lampau daripada masa kini
3)             Lebih menekankan insight daripada perubahan
            
              Definisi yang lain yaitu bahwa psikoterapi adalah cara-cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik psikologik untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental.                                                                                                              
                                                                                                                                             
       2. Tujuan Psikoterapi
                         Corey (2005) memaparkan ada tujuan-tujuan global psikoterapi yaitu :
a.  Klien menjadi lebih menyadari diri, bergerak ke arah kesadaran yang lebih penuh atas kehidupan batinnya, dan menjadi kurang melakukan penyangkalan dan pendistorsian.
b.   Klien menerima tanggung jawab yang lebih besar atas siapa dirinya, menerima perasaan-perasaannya sendiri, menghindari tindakan menyalahgunakan lingkungan dan orang lain atas keadaan dirinya, dan menyadari bahwa sekarang dia bertanggung jawab untuk apa yang dilakukannya.
c.  Klien menjadi lebih berpegang pada kekuatan-kekuatan batin dan pribadinya sendiri, menghindari tindakan memainkan peran orang yang tak berdaya, dan menerima kekuatan yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri.
d.     Klien memperjelas nilai-nilainya sendiri, mengambil perspektif yang lebih jelas atas masalah-masalah yang dihadapinya, dan menemukan dalam dirinya sendiri penyelesaian-penyelesaian bagi konflik-konflik yang dialaminya.
e.    Klien menjadi lebih terintegrasi serta menghadapi, mengakui, menerima, dan menangani aspek apek dirinya yang terpecah dan diingkari, dan mengintegrasi semua perasaan dan pengalaman ke dalam keseluruhan hidupnya.
f.       Klien belajar mengambil resiko yang akan membuka pintu-pintu ke arah cara-cara hidup yang baru serta menghargai kehidupan dengan ketidakpastiannya, yang diperlukan bagi pembangunan landasan untuk pertumbuhan.
g.     Klien lebih mempercayai diri serta bersedia mendorong dirinya sendiri untuk melakukan apa yang dipilih untuk dilakukannya.
h.    Klien menjadi lebih sadar atas alternatif-alternatif yang mungkin serta bersedia memilih bagi dirinya sendiri dan menerima konsekuensi-konsekuensi dari pilihannya.


3. Unsur-unsur Psikoterapi
           Menurut Masserman (dalam Mujib, 2002), melaporkan delapan parameter pengaruh dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi, yaitu:                           a. Peran sosial
      b. Hubungan Psikoterapeutik
      c. Psikoterapi sebagai kesempatan untuk belajar kembali
      d. Motivasi, kepercayaan, dan harapan
      e. Hak
      f. Retrspeksi
      g. Reduksi                                                                                                                          
      h. Rehabilitasi                                                                            

       4.  Perbedaan konseling dan psikoterapi :
Tokoh
Konseling
Psikometri
Trotzer &             Trotzer









Leona                 Tylor




Vance &            Volksky




Brammer        & Shostrom



- Konseling lebih pada tujuan jangka pendek (antara delapan sampai dua belas sesi yang terbagi kedalam beberapa bulan )

- Terfokus pada perubahan perilaku.

- Menekankan pada menolong individu untuk menggunakan potensinya semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan diri dengan lingkungannya.

- Diperuntukan bagi individu yang normal, masalahnya mengenai perkembangan yang alami.

- Konseling untuk individu yang normal dengan beberapa karakteristik: conscious awareness/ kesadaran, kemampuan untuk mmecahkan masalah, masalah pendidikan, dorongan dan motivasi.
- Konseling lebih pada tujuan jangka panjang ( misalnya dua puluh sampai empat puluh sesi selama lebih dari enam bulan hingga dua tahun)


- Terfokus kepada menemukan jalan keluar dari masalah.

- Digunakan untuk pembenahan(reconstructive) karena ada perubahan di dalam struktur kepribadian.



- Lebih kepada individu yang mengalami  deviasi (tidak normal/ penyimpangan psikis)


- Psikoterapi untuk individu yang mempunyai karakteristik yang menitikberatkan pada kedalaman masalah yang dihadapi, cara menganalisisnya dan menekankan pada masalah-masalah merotik dan tekanan emosional yang mendalam.

             
                  5.      Psikoterapi dalam Berbagai Pendekatan Terhadap Mental Illness
      •  Psychoanalysis & Psychodynamic: Memunculkan perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang tersembunyi di pikiran bawah sadar.  Psikoanalisis mencoba untuk menginterpretasikan arti dari mimpi berdasarkan isi maupun dari asosiasi yang dibuat oleh klien terhadap mimpinya
      •   Behavior Therapy: Pendekatan terapi perilaku (behavior therapy) berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup. Pada perspektif perilaku, terapis menggunakan analisis perilaku yang mengharuskan mereka berusaha menyajikan pemahaman yang tepat mengenai faktor-faktor yang menahan perilaku sebelum mengajukan metode yang sangat mungkin efektif.
      • Cognitive Therapy: Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan Cognitive Therapy lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Pandangan Cognitive Therapy adalah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku. Tokoh besar dalam cognitive therapy antara lain Albert Ellis dan Aaron Beck. Terapis bekerja sama dengan klien untuk mengubah pola berpikir yang maladaptif.  
      • Humanistic Therapy: Pendekatan Humanistic Therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri. Terapi harus berfokus pada kebutuhan klien, bukan pada sudut pandang terapi.
      • Integrative / Holistic Therapy: Yang sering penulis temui adalah seorang klien mengalami komplikasi gangguan psikologis yang mana tidak cukup bila ditangani dengan satu metode psikoterapi saja. Oleh karena itu, penulis menggunakan beberapa metode psikoterapi dan beberapa pendekatan sekaligus untuk membantu kliennya. Hal ini disebut Integrative Therapy atau Holistic Therapy, yaitu suatu psikoterapi gabungan yang bertujuan untuk menyembuhkan mental seseorang secara keseluruhan. Sebagian besar terapis akan menggunakan pendekatan yang dianggap elektik atau integral. Terapis melihat kebutuhan klien dari berbagai macam perspektif dan mengembangkan perencanaan treatmen yang dapat memberikan pengaruh terhadap permasalahan yang dihadapinya.
                 6. Bentuk- Bentuk Utama Terapi
              Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas (dalam Elvira, 2007),                            yaitu: 
            a.       Psikoterapi Suportif:
    Tujuan:
    ·         Mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada
    ·         Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik.
    ·         Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
   Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi,          eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.
         b.      Psikoterapi Reedukatif:
   Tujuan: Mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan                    membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
   Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.
         c.       Rekonstruktif:
        Tujuan : Dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai                     perubahan luas struktur kepribadian seseorang. 
        Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney,                        Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.

           
             Sumber Referensi :
                Corey, G. (2005). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
                Elvira, S.D.(2007). Psikoterapi. Jurnal Kalimantan Scientiae, Vol. 25, No. 69.
                Halgin, R.P, Whitebourne, S.K. (2010). Psikologi abnormal: Perspektif klinis pada gangguan                 psikologis. Jakarta: Salemba Humanika.
               Kertamuda, F. (2010). Konseling: Teori dan Ketrampilan Dasar. Jakarta: Universitas                              Paramadina.
               Mujib, A. (2002). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo          Persada.
              Siswadi, A.G.P. (2009). Peningkatan Social Well Being dan Personal Control sebagai Sasaran                   Penting dalam Psikoterapi. Jurnal Psikologi, Vol. II, No. 2, 111-112.